For sites about: Dogs, Pets, Puppies and Dog Breeds

Penyakit Anjing 1

wah wah, apa anjing kalian mempunyai gejala salah satu dari anjing ini? cekidot yah. =P


1. HEPATITIS  (Infectious Canine Hepatitis)

Hepatitis menular pada anjing telah tersebar luas di dunia, dengan gejala beragam dari yang ringan berupa demam dan pembendungan membrane mukosa sampai bentuk parah, depresi, leucopenia yang jelas dan bertambah lamanya waktu beku darah.

Gejala Klinis
Hepatitis menular gejalanya beragam dari demam ringan sampai mematikan. Masa inkubasi 4-9 hari. Gejala berupa demam diatas 40 °C dan berlangsung 1-6 hari, biasanya bersifat bifasik, terjadi takikardia dan leukopenia. Gejala lainnya berupa apatis, anoreksia, kehausan, konjungtivitis, leleran serous dari hidung dan mata, kadang-kadang disertai nyeri lambung, muntah juga dapat terjadi serta ditemukan oedema subkutan daerah kepala, leher dan dada.

Koagulasi intravaskuler (dissiminated) umum terjadi dan merupakan suatu yang penting dalam patogenesa penyakit. Gejala respirasi biasanya tidak tampak pada anjing yang menderita ICH.
Pada anjing yang pulih, biasanya makan dengan baik namun pertumbuhan badan berjalan lambat. Tujuh sampai sepuluh hari setelah gejala akut mulai hilang, sekitar 25 % anjing yang pulih akan mengalami kekeruhan (opasitas) kornea dan bisa hilang secara spontan.

Diagnosa
Diagnosa ditetapkan berdasarkan kejadian perdarahan mendadak dan bertambah lamanya waktu beku darah. Diagnosa dipastikan dengan isolasi virus, immonoflourescens atau ditemukan badan-badan inklusi yang khas di dalam sel-sel hati.

Pencegahan dan Pengobatan
Transfusi darah mungkin diperlukan pada anjing yang menderita parah, disamping tambahan dekstrosa 5 % dalam larutan garam isotonik hendaknya diberikan secara intravena. Pada anjiing yang waktu beku drahnya lambat, pemberian cairan subkutan sangat berbahya.

Antibiotik spectrum luas dapat diberikan seperti tetrasiklin selama perkembangan gigi (fetus menjelang kelahiran, baru lahir, tahap awal kelahiran) bisa menyebabkan perubahan warna gigi dan sebaiknya obat ini tidak diberikan pada anjing sebelum gigi tetapnya tumbuh.

Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan vaksinasi dan pemberian vaksin sering dikombinasi dengan vaksin lainnya. Imunisasi terhadap ICH disarankan dilakukan pada saat melakukan imunisasi terhadap distemper anjing.

2. LEPTOSPIROSIS PADA ANJING(TIFUS)

Etiologi
Infeksi biasanya disebabkan oleh virus leptospira dari galur (serovar) canicola atau copenhageni yang merupakan kelompok sera ikterohemoragi. Disamping itu galur Pomona, grippotyphosa dan ballum telah diisolasi dari anjing-anjing di Amerika Serikat.

Infeksi karena canicola atau copenhageni diketahui menyerang banyak populasi anjing. Galur copenhageni sering menyababkan leptospirosis tipe hemoragi dan ikterus. Tikus coklat merupakan reservoir utama copenhageni di Amerika, sedangkan anjing menjadi reservoir untuk galur canicola.

Gejala Klinis
Masa inkubasi 5-15 hari dan anjing terserang bisa dari berbagai tingkatan umur. Pada penyakit yang mendadak gejala yang terlihat adalah kelesuan, anoreksia, muntah, demam 39,5-40,5 °C dan disertai konjungtivitis ringan. Dalam beberapa hari berikutnya suhu turun dengan tajam, hewan menjadi depresi, sulit bernafas dan kehausan. Pada kebanyakan anjing, ikterus (kekuningan) dengan berbagai tingkatan menjadi tanda awal dari penyakit.

Anjing yang menderita lebih parah akan memperlihatkan depresi yang dalam dan tremor otot disertai suhu tubuh menurun perlahan sampai mencapai suhu 36 °C, muntah dan berak berdarah (gastroenteritis hemoragi), nefritis akut, mata cekok dan pembuluh darah konjungtiva penuh terisi darah.
Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan ginjal dan umumnya terjadi 5-10 hari setelah kemunculan penyakit. Mortalitas mencapai 10 %. Kasus kronis mengkibatkan nefritis interstitial dengan tingkatan yang berbeda-beda.

Diagnosa
Diagnosa penyakit didasarkan pada gejala klinis dan temuan-temuan nekropsi, histologist dan pemeriksaan serologis.

Pencegahan dan Pengobatan
Untuk mengurangi kemungkinan tertular leptospira pemilik hewan disarankan melakukan pengendalian terhadap rodensia dan selalu mengikat anjingnya, dikandangkan dan melakukan vaksinasi setiap 6-8 bulan untuk memberikan titer protektif kepada anjing-anjing yang beresiko tinggi seperti anjing berburu, anjing pemacek dan anjing untuk pertunjukan. Anjing yang sring kontak dengan satwa liar divaksinasi dengan bakterin yang mengandung antigen grippotyphosa dan Pomona.

Pengobatan dengan antibiotik untuk infeksi akut seperti tetrasiklin, doxycyclin dan streptomisin. Doxycyclin lebih baik digunakan dibandingkan dengan tetrasiklin pada pasien yang menderita nefritis akut. Dehidrasi dan asidosis diterapi engan memberikan larutan laktat 0,17 M diberikan sendiri-sendiri atau bersama dengan larutan dextrose dan vitamin B dosis tinggi.

3. CANINE PARVOVIRUS PADA ANJING

Canine parvovirus merupakan penyakit yang penting pada anjing karena menyebabkan kematian yang tinggi pada populasi dan menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi terutama pada penangkaran dan peternakan anjing komersial.

Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Canine Parvovirus (CPV), termasuk dalam keluarga Parvoviridae. CPV merupakan virus menular tanpa amplop, memiliki asam nukleat berantai tunggal, polarisasi positif dan berdiameter 20-28 nm.

Patogenesa
Penularan penyakit biasanya melalui dua jalur utama yaitu mulut-anus dan sawar plasenta. Setelah mengalami replikasi di beberapa organ limfoid primer seperti thymus dan tompok Payer, virus selanjutnya menyebar ke berbagai organ tubuh melalui peredaran darah, misalnya tonsil dan usus halus dengan derajat keparahan yang hebat pada organ-organ limfoid.

Pada percobaan laboratorium, viremia dapat dideteksi pada hari ke-1 dan ke-2 pascainfeksi diikuti oleh viremia hari ke-3 sampai ke-5 pascainfeksi. Ekskresi virus umumnya dimulai pada hari ke-3 pascainfeksi disertai dengan kemunculan antibodi pada hari ke-4 dan mencapai konsentrasi maksimum pada hari ke-7 pascainfeksi. Peningkatan antibodi serum memiliki dampak yang sangat besar terhadap pengurangan ekskresi virus dan pemulihan kesehatan individu.

Epidemiologi
Distribusi Geografis
Infeksi CFV pada anjing ditemukan di banyak Negara di dunia, sejak kejadian wabah di Australia dan Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1978.

Cara Penularan
Penularan melalui jalur mulut-anus adalah yang paling umum, yang mungkin merupakan hasil dari kontak dengan bahan tercemar seperti kandang, pakaian, tinja dan tanah. Secara percobaan infeksi juga dapat dihasilkan melalui mulut, intubasi, lubang hidung, pembuluh darah dan intra-uterine.

Morbiditas dan Mortalitas
Morbiditas CPV enteritis umumnya tinggi namun mortalitasnya rendah. Pada anjing-anjing muda mortalitasnya 10-12 % atau dapat mencapai 50 %. Pada anjing dewasa 1-2 %.
Pada CPV miokarditis yang pada awal kemunculannya mencapai 50 %, penurunan angka mortalitas dan morbiditas dari CPV miokarditis disebabkan oleh tingginya titer antibodi pada hewan bunting yang mungkin mencegah mereka dari infeksi. Semakin banyak induk yang memiliki titer antibodi tinggi maka semakin sedikit kasus infeksi yang muncul pada anjing-anjing muda.

Gejala Klinis
Gejala klinis yang dapat timbul dari penyakit ini dikenal 2 jenis yaitu enteritis berdarah dan miokarditis nonsupuratif. Kematian mendadak pada anjing berumur di bawah 8 minggu merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada kasus miokarditis non supuratif akut. Kegagalan jantung sub akut disertai gangguan pernafasan dan seringkali disertai kematian dalam waktu 24-48 jam dapat terjadi pada anjing berumur diatas 8 minggu. Pada anjing remaja dan dewasa dapat terjadi kegagalan jantung kongestif disertai kerusakan otot jantung.

Berdasarkan derajat keparahannya, CPV enteritis dibedakan atas 3 jenis yaitu sedang, akut dan perakut. Mencret dan muntah disertai bau khas dan perdarahan merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada anjing penderita. Gejala lainnya berupa lesu, penurunan nafsu makan, leucopenia, demam dan dehidrasi.
Pada penderita per akut dapat terjadi kematian segera, sementara pada kasus sedang mungkin terjadi kesembuhan dalam beberapa minggu. Infeksi menyeluruh yang gejalanya serupa dengan sindroma ataksik pada kucing namunkejadiannya sangat jarang.

Diagnosa
Penyakit ini didiagnosa berdasarkan gejala klinis, patologis, identifikasi virus dan penentuan antibody spesifik.
Secara laboratorium, identifikasi virus dilaksanakan melalui pemanfaatan berbagai metode yang ada seperti histopatologi, isolasi virus pada biakan sel, uji hemaglutinasi, pewarna imun, elektronmikroskopi, uji ELISA dan biakan molekuler.

Sementara metode serologi yang digunakan untuk mendiagnosa CPV meliputi uji hambatan hemaglutinasi, hemolisis radial, netralisasi, flouresensi, radio imun, fiksasi komplemen dan presipitasi imun serta ELISA.

Pencegahan dan Pemberantasan
Diare dan muntah secara berlebihan berpengaruh sangat buruk bagi hewan penderita CPV enteritis. Anjing seringkali mati karena dehidrasi. Pemberian larutan garam dan gula faali akan sangat membantu penderita untuk melewati masa kritis yang biasanya berlangsung 2-5 hari.

Pemberian vitamin dan gizi yang baik, penempatan pasien pada ruangan yang hangat dan nyaman serta pemberian antibiotic untuk mengatasi infeksi sekunder sangat dianjurkan.
Pencegahan dilakukan melalui desinfeksi alat dan bahan tercemar, perbaikan status gizi dan kesehatan hewan serta pelaksanaan program imunisasi secara teratur. Penggunaan formalin, fenol dan Na-hipoklorit untuk fumigasi atau penyemprotan dapat menekan kasus infeksi baru.

4. DISTEMPER ANJING
Distemper anjing adalah penyakit anjing yang sangat menular pada anjing dan karnivora lainnya. Distemper anjing merupakan penyakit viral yang paling umum pada anjing dan sedikit anjing yang benar-benar terisolasi tidak terpapar atau terinnfeksi oleh virus ini.

Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Morbilivirus. Virus distemper digolongkan ke dalam keluarga besar Paramyxoviridae dan berkerabat secara antigenik dan biofisik dengan virus campak (measles) manusia dan virus sampar sapi (rinderpest).

Virus ini tersusun atas RNA, bentuk simmetri helical, beramplop, virus ini agak labil dan aktifitasnya dapat dirusak oleh panas, kekeringan, deterjen, pelarut lemak dan desinfektan.

Patogenesa
Virus distemper anjing terutama ditularkan secara aerosol dan droplet infektif yang berasal dari sekresi tubuh hewan penderita sehingga infeksi menyebar sangat cepat diantara anak-anak anjing yang peka. Gambaran umum yang ditimbulkan oleh virus ini adalah suatu keadaan tertekannya kekebalan (imunosupresif).

Tertekannya kekebalan karena terjadinya perbanyakan virus di dalam jaringan limfoid selama masa inkubasi. Gejala-gejala yang khas distemper akut biasanya muncul bila anjing penderita distemper berhasil menekan kekebalan anjing terinfeksi tersebut.

Infeksi ikutan oleh bakteri sebagai akibat telah tertekannya kekebalan anjing kerap mendorong munculnya sejumlah gejala klinis yang menyertai distemper. Disamping itu infeksi bakteri juga akan memperbesar tingkat mortalitas. Selain terjadinya infeksi ikutan oleh bakteri, kejadian toksoplasmosis, koksidiosis, enteritis viral dan infeksi mikoplasma yang bersamaan dengan infeksi distemper akan memperparah akibat penekanan system kekebalan pada anjing penderita.

Gejala Klinis
Masa inkubasi sampai munculnya gejala klinis distemper akut biasanya 14-18 hari. Setelah anjing terpapar dan terinfeksi, akan terjadi demam singkat dan leucopenia yang berlangsung pada hari ke-4 dan ke-7 tanpa munculnya gejala klinis. Suhu tubuh akan kembali normal pada hari ke-7 dan ke-14, setelah itu suhu tubuh akan naik untuk kedua kalinya disertai konjungtivitis, rhinitis, batuk, diare, anoreksia, dehidrasi dan penurunan berat badan.

Leleran okulonasal yang mukopurulen dan pneumonia sering terjadi sebagai akibat infeksi ikutan oleh bakteri. Kuman Bordetella bronchiseptica umum ditemukan pada anjing distemper. Tutul-tutul kemerahan pada kuliit yang kemudian berkembang menjadi pustule bisa ditemukan, khususnya pada abdomen.

Gejala-gejala terjadinya ensefalitis bisa muncul dengan beragam bentuk. Mioklonus atau mengerejatnya otot tanpa dikendali anjing tampak mendadak seperti mengunyah permen karet, ataksia, inkoordinasi, berpusing-pusing, hyperesthesia, kekakuan pada otot, selalu merasa ketakutan dan kebutaan menjadi gejala-gejala syaraf yang paling umum dijumpai pada penderita distemper.

Selain distemper menyebabkan ensefalitis akut dan subakut, distemper juga menimbulkan bentuk ensefalitis kronis dengan gejala meliputi inkoordinasi, kelemahan kaki belakang, matanya tidak tanggap terhadap suatu ancaman benda baik unilateral maupun bilateral, kedudukan kepala miring, nistagmus, paralisis wajah, tremor kepala tanpa disertai mioklonus. Bentuk lain ensefalitis kronis adalah “old dog encephalitis” dengan gejala klinis gangguan penglihatan dan kurang tanggapnya mata terhadap ancaman suatu benda secara bilateral.

Diagnosa
Diagnosa distemper akut dan subakut biasanya berdasarkan riwayat penyakit dan gejala klinis. Pemeriksaan oftalmoskopik bisa melacak terjadinya chorioretinitis dengan daerah degenerasi berwarna abu-abu sampai merah muda pada tapetum atau fundus nontapetum dalam suatu kejadian penyakit yang akut.
Suatu diagnosa pasti yang dibuat dengan melacak keberadaan virus distemper pada sel-sel epitel dengan pemeriksaan zat kebal berpendar (fluorescent antibody) atau dengan mengisolasi virus.

Pencegahan dan Pengobatan
Obat-obat antivirus atau bahan-bahan kemoterapetika yang bisa dimanfaatkan untuk pengobatan yang spesifik untuk anjing distemper hingga kini belum tersedia. Antibiotic spectrum luas bisa diberikan untuk mengendalikan infeksi bakteri ikutan, disamping pemberian cairan elektrolit, vitamin B dan suplementasi nutrisi untuk suatu terapi suportif.

Selain itu pemberian vitamin C dan dietil ether bermanfaat dalam pengobatan distemper. Pemberian Dexamethasone dilaporkan memberikan sejumlah manfaat dalam mengobati anjing pasca distemper yang disertai gejala-gejala syaraf pemberian vaksin distemper MLV (modified live virus) secara intravena memberikan hasil yang baik.

Untuk pencegahan dilakukan vaksinasi dengan vaksin MLV. Dosis tunggal vaksin distemper MLV memberikan kekebalan anjing-anjing yang tidak memiliki zat kebal terhadap distemper dan peka terhadap penyakit ini.
Dengan vaksinasi sekitar 50 % anak anjing bisa dikebalkan terhadap distemper saat berumur 6 minggu, sekitar 75 % saat berumur 9 minggu dan lebih dari 95 % di atas usia 13 minggu. Vaksinasi diberikan pada anjing saat berumur 5-7 minggu diikuti pemberian vaksin dengan selang pemberian 3-4 minggu hingga berumur 14 minggu dan vaksin ulangan setiap tahun. Jadwal seperti demikian akan memberikan kekebalan anjing terhadap distemper dan titer kebal akan bertahan lama setelah terjadinya tanggapan terhadap vaksinasi ulangan (booster).(sumber : http://drhyudi.blogspot.com/2009/02/penyakit-pada-anjing.html?showComment=1307368893681#c5649624957504606631)

1 komentar:

white_sharkz mengatakan...

numpang coment pertamax... hehehe...
in my opinion,klo mandiin anjing,ngerawat anjing,kasih makan anjing,bermain dengan anjing dengan teratur and selalu membuat anjing senang (loh gmn caranya haha).Penyakit gk akan mampir di anjing piaraan anda :)

nice share... ^^

Posting Komentar